Monday, 2 November 2015

EKSPRESI SENI ANAK MELALUI TARI KUDA DEBOG SEBAGAI WUJUD KONSERVASI SENI TRADISIONAL KERAKYATAN



EKSPRESI SENI ANAK MELALUI TARI KUDA DEBOG
SEBAGAI WUJUD KONSERVASI SENI TRADISIONAL KERAKYATAN

Ardiansah
Jurusan Seni Drama Tari dan Musik, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang, Kampus Sekaran Gunungpati Semarang
E-mail: Ardhianasta13@gmail.com HP.085227323223


Abstrak

Penelitian tentang ekspresi seni anak melalui tari Kuda Debog telah dilakukan di Dusun Suruhan Desa Keji Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang dengan hasil ekspresi seni anak merupakan ungkapan dan penjiwaan atas pengalaman estetis yang dilakukan masyarakat pelaku seni, pada hal ini anak-anak penari Kuda Debog. Ekspresi dan Pengetahuan selalu ada dalam kegiatan Apresiasi dan Kreasi. Dalam memperoleh pengalaman estetik,  pelaku seni jelas mengalami tahap pendidikan seni. Tahap pendidikan seni mempunyai cakupan yang jelas, yakni proses apresiasi (menghasilkan nilai afektif), proses pengetahuan  (menghasilkan nilai kognitif), dan proses kreasi (menghasilkan nilai psikomotorik). Tahap pendidikan seni yang terjadi dalam ekspresi seni anak mempunyai sistem komunikasi langsung dan tersirat, yang kesemuanya bermanfaat khusunya bagi kelestarian Tari Kuda Debog dan pada umumnya untuk kelestarian kesenian tradisional kerakyatan Dusun Suruhan.
Konteks konservasi disini, proses interaksi terjadi antara generasi tua dan generasi muda yang bersama-sama melakukan upaya pelestarian dengan melibatkan anak-anak dalam pentas Kuda Debog. Proses pementasan tari telah mengarah kepada suatu interaksi sosial, karena dalam melakukan proses latihan sampai pementasan penari berusaha melakukan gerak tari semaksimal mungkin agar apa yang dilakukan dapat dipahami oleh penonton.

Kata kunci: Ekspresi Seni, Konservasi, Seni Tradisi


1.                Pendahuluan
Berkesenian menurut Jazuli (2008 : 101) merupakan salah satu kebutuhan integratif yang dibutuhkan oleh setiap orang. Kesenian sebagai bagian dari tradisi budaya masyarakat senantiasa hidup baik sebagai ekspresi pribadi maupun ekspresi bersama kelompok dalam masyarakat. Kesenian sebagai bentuk ekspresi budaya masyarakat mempunyai fungsi yang beragam sesuai dengan kepentingan dan keadaan masyarakat. Fungsi seni dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi empat, yaitu sebagai sarana upacara, hiburan, tontonan, dan sebagai media pendidikan. Seni merupakan pernyataan idelaisasi intelektual yang didasari oleh seperangkat sistem perlambangan. Dalam konteks tertentu, kesenian berfungsi sebagai pedoman terhadap perilaku manusia yang berkaiitan dengan ekspresi simbolik, keindahan, dan interaksi sosial.
Ekspresi simbolik dan keindahan dalam berkesenian tecermin pada kegiatan berkreasi dan berapresiasi. Dalam berkreasi ekspresi simbolik dan keindahan senin sering menjadi pedoman bagi pelaku, penampil atau pencipta untuk mengekspresikan kreasi artistiknya melalui karya seni. Dalam berapresiasi, ekspresi simbolik dan keindahan seni menjadi pedoman pada penikmatnya untuk menyerap sistem nilai dan makna yang terkandung dalam karya seni. Dalam interaksi sosial, ekspresi simbolik dan keindahan seni menjadi kebutuhan kolektif sehingga mampu berperan sebagai pengikat sosial dan menumbuhkan solidaritas sosial. Seni merupakan segi batin masyarakat, yang juga berfungsi sebagai jembatan penghubung antar-kebudayaan yang berlain-lainan coraknya. Seni juga merupakan salah satu elemen aktif-kreatif-dinamis yang mempunyai pengaruh langsung atas pembentukan kepribadian suatu masyarakat (Maran 2007 : 104).
Salah satu kelompok masyarakat yang masih menganggap seni sebagai salah satu kebutuhan tercermin dalam kehidupan masyarakat  Dusun Suruhan Desa Keji Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang. Seni tradisional yang ada di Dusun Suruhan kerap kali disajikan sebagai pelengkap upacara Merti Dusun, yaitu upacara tahunan untuk meminta berkah dan keselamatan bagi masyarakat Dusun Suruhan. Masyarakat berusaha melestarikan kesenian tradisional Dusun Suruhan dengan melaksanakan pentas, baik sebagai pelengkap upacara maupun hiburan. Kesenian yang dipentaskan di Dusun Suruhan diantaranya tari kuda lumping, tari kuda debog, tari prajuritan, seni karawitan, seni musik lesung (SOP YTC, 2010: 99). Semua kesenian disajikan oleh semua elemen masyarakat, dari anak- anak SD, sampai orang tua. Sebagai contoh tari Kuda Debog, disajikan oleh anak-anak SD kelas 1-4. Penari Kuda Debog merupakan anak-anak Dusun Suruhan yang berusia 7-10 tahun. Tari Kuda Debog merupakan tarian ciri khas Dusun Suruhan, yang menggunakan pelepah pisang (jawa: debog) sebagai properti pengganti kuda kepang. Tari Kuda Debog terinspirasi dari dolanan jaranan saat masa kecil orang-orang jaman dahulu. Melalui tari Kuda Debog inilah salahsatu  interaksi sosial antara individu baik penari maupun masyarakat yang terlibat akan terjadi. Interaksi sosial bisa terjadi apabila ada dua syarat yang dilalui, yakni adanya kontak sosial dan komunikasi ( Wadiyo, 2008: 59). Kontak sosial pada hakikatnya aksi dari individu atau kelompok dan mempunyai makna bagi pelakunya, yang kemudian ditangkap oleh individu atau kelompok lain. Sedangkan komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat, dan/ atau perilaku (Effendy dalam Wadiyo: 2008:60).
2.                  Kajian Teori
2.1       Ekspresi,  Ekspresi Seni, dan Anak
            Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:46) Ekspresi adalah pengungkapan atau proses menyatakan (yaitu memperlihatkan atau menyatakan maksud, gagasan, perasaan, dan sebagainya). Di sisi lain, Jazuli (2008: 109) mengungkapkan bahwa ekspresi adalah proses ungkapan emosi atau perasaan di dalam proses penciptaan karya seni, proses ekspresi bisa diaktualisasikan melalui media. Media musik bunyi; media seni rupa adalah garis, bidang dan warna; media tari adalah gerak; media teater adalah gerak, suara dan lakon.
            Ekspresi seni merupakan pengungkapan perasaan seseorang atau kelompok yang disampaikan melalui bentuk seni, baik itu pertunjukan maupun rupa (Jazuli, 2008: 113). Pengungkapan tersebut dapat mengandung pesan yang penonton harus mengetahui dari apa yang akan ia sampaikan, atau hanya dengan pengungkapan ekspresi diri saja. Memaknai lebih luas dari definisi ekspresi seni, dapat diartikan sebagai kritik sosial akan konflik diri (Hartono dalam Jazuli, 2008: 113).
Dari  konteks  kebudayaan,  karya  seni  hadir  dalam  hubungan  yang kontekstual  dengan  ruang  dan  waktu  tempat  karya  bersangkutan    dilahirkan. Dengan perspektif ini, kelahiran sebuah karya seni selalu dimotivasi oleh berbagai persoalan yang terjadi dalam masyarakat.  Dalam berkarya pencipta tidaklah lepas dari proses kreativitas di mana setiap berproses bebas berekspresi menuangkan ide yang dimiliki.
Anak- anak adalah inspirasi pencipta dalam berkarya, di mana anak- anak memiliki karakter dan ekspresi-ekpresi yang bervariasi,   dan sangat ditentukan oleh lingkungan mereka. Sekalipun karakter alami seorang anak tetap muncul, antara lain : susah diatur dan susah untuk diajak kerja sama, super ego yang dapat dilihat dari sikap anak yang ingin menang sendiri, hal demikian merupakan karakter anak yang sangat alami. Anak yang berumur  3  -  10 tahun tingkah mereka lucu-lucu, asik namun seringkali tingkah mereka yang hiperaktif itu juga bisa bikin kita merasa "sebel" dan bikin kita emosi. Namun demikian kebanyakan dari kegiatan yang sedang dia lakukan tidak bisa bertahan lama, karena mereka cepat bosan.

a.                  Tari Kuda Debog Dusun Suruhan
Tari Kuda Debog merupakan tari perkembangan dari tari jaranan yang sudah ada di Dusun Suruhan. Gerak Tari Kuda Debog dibuat lebih sederhana dan durasi waktu penyajiannya dipersingkat agar mudah dipelajari oleh anak-anak. Tarian ini menggunakan properti yang unik, yaitu debog atau pelepah daun pisang yang dibentuk menyerupai kuda. Properti kuda dari pelepah daun pisang merupakan ide dari Mbah Klemuk Raka Yayi (alm) yang merupakan budayawan Dusun Suruhan, karena dulu waktu kecil beliau sering kali bermain kuda-kudaan dari pelepah daun pisang. Hal tersebut juga didukung dengan banyaknya pohon pisang di sekitar Dusun Suruhan, sehingga mempermudah pencarian bahan properti kuda dari pelepah daun pisang. Properti kuda dari pelepah daun pisang ini biasanya hanya sekali pakai.
Tari Kuda Debog menggambarkan semangat seorang prajurit pemberani. Tari Kuda Debog sebenarnya merupakan tarian putra, namun tidak menutup kemungkinan anak perempuan juga dapat belajar menarikan Tari Kuda Debog. Anak-anak perempuan yang tergabung dalam pembelajaran seni tari Dusun Suruhan juga ikut belajar Tari Kuda Debog, hanya saja nanti pada saat pentas yang lebih diprioritaskan untuk menarikan Tari Kuda Debog yaitu anak laki-laki. Anak perempuan akan diarahkan untuk menarikan tari yang lain seperti Tari Kuda Lesung.
Gerak tari Kuda Debog yang merupakan pengembangan dari tari Jaranan terlihat sederhana, karena penarinya memang anak- anak. Beberapa gerak dari tari Kuda Debog diantaranya: sembahan, trecet manggon, tumpang tali, balahan, gedrug manggon, derum, ngongser, unclang, mlayu, mlaku telu, dan masih banyak lagi. Gerak yang dilakukan tetap menggunakan spot gerak putra, namun dengan karakteristik anak- anak usia 7-10 tahun. Gerak tari Kuda Debog yang sederhana dan memiliki pengulangan gerak, menjadikan koereografer mensiasati penyajian tari agar tidak membosankan dengan menggarap komposisi tarinya, baik dari segi gerak, ruang dan waktu. Komposisi tari juga berpengaruh pada tingkat kecerdasan spasial anak (penari).
Tari Kuda Debog menggunakan kostum yang sederhana namun terkesan unik. Kostum yang digunakan terdiri dari celana hitam, pelepah daun pisang yang melingkar pada pinggang dan bahu penari, serta ikat kepala berupa daun nangka kering yang dirangkai melingkar di kepala. Kostum yang mereka gunakan sangat sederhana dan mudah didapat di alam, karena di Dusun Suruhan banyak terdapat pohon pisang. Rias wajah yang digunakan juga sederhana dan tidak ada patokan tertentu. Ada di antara mereka yang dibantu oleh orang tua mereka di rumah, sehingga mereka datang ke lapangan sudah siap untuk pentas. Ada juga anak yang rias sendiri di lapangan menggunakan make up milik bersama.

b.      Konservasi dan Seni Tradisional Kerakyatan
            Konservasi adalah pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana (Sumaryanto, 2012: 12). Konservasi menurut Thesaurus Bahasa Indonesia bersinonim dengan preservasi yang berarti pelestarian, pemeliharaan, penjagaan, perawatan, dan perlindungan atau proteksi. Sedangkan menurut Rohendi (2012:3), konservasi adalah konsep tindakan untuk menyelamatkan, memelihara, merawat, baik dalam bentuk pelestarian maupun pengem bangan, terhadap sesuatu yang diangap berharga untuk kelangsungan hidup manusia dalam keseimbangan sistemnya. Dengan demikian, konservasi memiliki makna upaya: penjagaan, pelestarian, perawatan, perlindungan dari kehilangan, pemusnahan dan kerusakan segala sesuatu yang berharga untuk kepentingan dan kelangsungan hidup manusia. Konservasi sudah barang tentu dapat berupa konservasi alam dan konservasi buatan manusia. Konservasi alam (sumber daya alam hayati, energi dan bumi). Konservasi buatan manusia adalah segala sesuatu hasil karya manusia termasuk didalamnya adalah kesenian.
            Kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan dalam berbagai perwujudannya senantiasa hadir dalam bentuk simbol-simbol yang secara estetis mengungkapkan nilai- nilai budaya masyarakat. Kegiatan berkesenian yang dilakukan oleh para pendukungnya dalam kehidupan masyarakat, disadari atau tidak senantiasa diatur, diarahkan dan dikendalikan secara budaya. Hal ini berarti kesenian dalam berbagai bentuk dan ungkapannya adalah ekspresi budaya yang secara estetis simbolis menyuarakan atau menyampaikan realitas kondisi lingkungan alam, sosial, dan budaya suatu masyarakat dimana kesenian itu muncul (Geertz dalam Hartono, 2013: 16). Sebagai ekspresi budaya, kesenian mewujudkan dirinya dalam berbagai bentuk sesuai dengan media yang digunakan. Perwujudan bentuk kesenian tersebut sesuai dengan media yang digunakan dapat berupa seni rupa/ visual, seni sastra atau seni pertunjukan (tari, musik, teater)
Kesenian sebagaimana juga kebudayaan, adalah pedoman hidup bagi masyarakat pendukungnya dalam mengadakan kegiatannya. Kesenian sebagai unsur kebudayaan memberikan pedoman terhadap aktivitas manusia yang berkaitan dengan keindahan, yaitu menyangkut dengan berkreasi adn berapresiasi. Pertama, kesenian sebagai pedoman bagi pelaku, penampilan dan pengalamanya mereka mampu memanipulasi media guna menyampaikan suatu karya seni. Kedua, kesenian memberikan pedoman pada pemanfaatan, pemirsa atau penikmat untuk menyerap karya seni, penikmat dapat melakukan apresiasi untuk menumbuhkan kesan-kesan estetik tertentu (Milles dalam Rohidi, 2000:34). Pendapat lain yang menyatakan seni bagian dari budaya dan seni lahir dari sebuah kultur masyarakat, dengan demikian kesenian tengan demikian kesenian tidak akan terpisah dari masyarakatnya, karena seni juga digunakan sebagai pemenuhan kebutuuhan estetis (Maryono, 2012:111). 
Kesenian di Indonesia banyak sekali macamnya, meliputi seni pertunjukan dan seni rupa. Seni pertunjukan terdiri atas seni tari, seni musik, seni teater dan seni pedhalangan. Seni rupa terdiri atas seni batik, seni kriya, sunging, lukis, dan lain sebagainya. Seni pertunjukan sendiri berdasarkan waktu perkembangannya terdiri atas seni tradisional dan seni modern. Seni tradisional meliputi seni tradisional kerakyatan yaitu seni tradisional yang tumbuh dan berkembang di kalangan rakyat atau pedesaan bahkan di luar tembok istana, dan seni tradisional klasik adalah seni yang berkembang di kalangan istana. Sedangkan seni modern adalah seni yang berkembgpada masa-masa sekarang ini, sifatnya populer dan merupakan seni masa.
Seni tradisional, khususnya pertunjukan rakyat yang bersifat tradisional, hidup dan berkembang dalam masyarakat dan sesungguunghnya mempunyai fungsi penting, yakni fungsi sosial: daya tarik pertunjukan rakyat terletak pada kemampuannya sebagai pembangun dan pemelihara solidaritas kelompok, sedangkan fungsi daya penyebarannya: pertunjukan rakyat memiliki jangkauan penyebaran yang meliputi seluruh lapisan masyarakat (Kayam dalam Utina, 2011:210). Pertunjukan rakyatlah yang menyebabkan masyarakat menjadi lebih memahami nilai- nilai dan pola perilaku yang berlaku dalam lingkungan sosialnya. Peranan yang serupa nampaknya sekarang mengalami pergeseran dalam menghadapi tantangan besar.

3.                  Hasil
Berangkat dari kondisi lapangan di Dusun Suruhan Desa Keji Kecamatan Ungaran Barat tentang adanya pertunjukan tari Kuda Debog yang telah menjadi icon dusun tersebut, dapat kita kaji bersama kaitannya dengan ekspresi seni anak dan pelestarian dalam konsep konservasi seni tradisional kerakyatan. Jauh lebih mendalam dari landsan teori tersebut, tersirat di dalamnya sebuah komunikasi seni dalam proses ekspresi seni anak tersebut (Kusumastuti, 2013:43). Komunikasi yang terjadi dalam Tari Kuda Debog di Dusun Suruhan ini dapat kita telaah sebagai berikut:
3.1       Ekspresi Seni Anak
            Tari Kuda Debog yang ditarikan oleh anak- anak usia 7-10 tahun memiliki ciri pola gerak yang sederhana, yang merupakan gerak pengembangan dari gerak- gerak tari Jaranan, selanjutnya diselaraskan dengan pola gerak dolanan. Tari dolanan merupakan salah satu jenis tari yang bersifat untuk bermain dan mempunyai pola gerak sederhana dan biasanya diperuntukan untuk anak-anak (Widodo, 2009: 113).
            Tari Kuda Debog yang merupakan tari dolanan memiliki ciri gerak yang diambil dari gerak-gerak bermain. Konteks bermain di sini adalah bermainnya anak-anak usia 7-10 tahun yang menirukan gerak penunggang kuda. Tahap anak-anak merupakan tahap meniru (Wadiyo, 2008: 34). Tingkah polah anak-anak dalam menirukan gerak akan menghasilkan ekspresi yang beragam walaupun oleh koreografer telah diarahkan untuk melakukan satu ekspresi sesuai dengan tariannya. Ekspresi ini juga muncul pada penari Kuda Debog, dengan penari yang memang masih anak-anak, gerak yang sederhana, terkadang gerak yang dilakukan akan menimbulkan gelak tawa penonton. Namun tidak jarang keseriusan tetap terjadi walaupun sikap keseriusan mereka juga justru menimbulkan gelak tawa. Seperti dalam pergantian pola lantai, biasanya ada salah seorang penari yang lupa posisi sehingga penari tersebut melakukan gerak refleks dan menimbulkan ekspresi yang membuat tarian menjadi terlihat lucu. Keadaan seperti inilah yang dinamakan sebgai ekspresi seni anak, atau lebih dimaknai dengan ekspresi murni yang dikeluarkan saat anak-anak berhadapan dengan sunbia seni, termasuk seni tari.
            Pola gerak yang sederhana dan adanya pengulangan gerak yang terjadi pada Tari Kuda Debog menjadikan adanya pola komposisi ruang yang sederhana pula. Tari Kuda Debog ditarikan oleh 6 penari anak-anak. Ini merupakan ketentuan dari dahulu, bahwa setiap pementasan penari Kuda Debog harus berjumlah 6 anak putra. Sesuai dengan penjelasan Mbah Rajak (pelatih tari Kuda Debog Dusun Suruhan):
            “Penari Kuda Debog itu jumlahnya dari dahulu memang harus berjumlah 6 anak putra. Ketentuan ini merupakan pesan leluhur yang ada dari Eyang kita, yakni Mbah Klemuk Raka Yayi yang menciptakan tari Kuda Debog.”
(sumber data: Mbah Rajak, wawancara tanggal 20 Juni 2013, Pelatih tari Kuda Debog)

1.2              Dimensi Ekspresi Seni dalam Konservasi
Pemberian pengalaman estetik dalam pertunjukan tari Kuda Debog pada anak-anak usia 7-10 tahun di Dusun Suruhan Desa Keji Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang memberikan dampak positif di berbagai aspek kehidupan masyarakat Dusun Suruhan. Kesadaran dan komitmen untuk memanfaatkan seni dalam program masyarakat sadar budaya akan menumbuhkan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat akan lebih mudah dan lebih kuat mengakar pada diri masyarakat. Pengalaman estetik yang didapat oleh anak-anak dusun Suruhan mempunyai beberapa manfaat untuk diri anak tersebut, yakni sesuai dengan bagan di bawah ini:
Konsep Pendidikan Seni
 
                                                                               
APRESIASI
Nilai Afeksi
PENGETAHUAN
Niali Kognitif
Ekspresi Seni Anak/ Pengalaman Estetik
KREASI
Nilai Psikomotorik
 




                                                                                    
Keterangan: Ekspresi Seni Anak pada bagan di atas harus dimaknai sebagai ungkapan dan penjiwaan atas pengalaman estetis yang dilakukan masyarakat pelaku seni, dalam lingkup ini adalah penari, pemusik tari Kuda Debog. Ekspresi dan Pengetahuan selalu ada dalam kegiatan Apresiasi dan Kreasi.

Berdasarkan bagan di atas, dapat kita simpulkan bahwa di dalam memperoleh pengalaman estetik,  pelaku seni jelas mengalami tahap pendidikan seni. Tahap pendidikan seni mempunyai cakupan yang jelas, yakni proses apresiasi (menghasilkan nilai afektif), proses pengetahuan  (menghasilkan nilai kognitif), dan proses kreasi (menghasilkan nilai psikomotorik). Tahap pendidikan seni yang terjadi dalam ekspresi seni anak mempunyai sistem komunikasi langsung dan tersirat, yang kesemuanya bermanfaat khusunya bagi kelestarian Tari Kuda Debog dan pada umumnya untuk kelestarian kesenian tradisional kerakyatan Dusun Suruhan.
Proses pelestarian yang selanjutnya disebut proses konservasi seni tradisional kerakyatan dusun Suruhan dapat kita analisis sebagai berikut:
1.             Proses Sosialisasi
Proses Sosialisasi terjadi pada saat tari Kuda Debog dipentaskan. Secara tidak langsung, ini merupakan proses pengenalan tari Kuda Debog yang merupakan salah satu seni tradisional kerakyatan yang ada di Dusun Suruhan. Target sosialisasi ini minimal kepada masyarakat sekitar yang menjadi penonton, bahkan secara luas apabila dipentaskan pada saat penyambutan tamu dalam kunjungan ke Dusun tersebut dimaknai sebagi sosialisasi kepada khalayak umum.
2.             Proses Interaksi
Interaksi yang terjadi pada pertunjukan tari Kuda Debog dapat dipahami seperti penjelasan sebelumnya. Namun dalam konteks konservasi disini, proses interaksi terjadi antara generasi tua dan generasi muda yang bersama-sama melakukan upaya pelestarian dengan melibatkan anak-anak dalam pentas Kuda Debog. Proses pementasan tari telah mengarah kepada suatu interaksi sosial, karena dalam melakukan proses latihan sampai pementasan penari berusaha melakukan gerak tari semaksimal mungkin agar apa yang dilakukan dapat dipahami oleh penonton. Hal ini menunjukan bahwa pelaku seni benar- benar melakukan proses regenerasi dan saling saling mengisi antara generasi tua dan generasi muda.
3.             Proses Internalisasi
Internalisasi dapat diartikan sebagai pendarahdagingan (Prihadi dalam Wadiyo, 2008:128). Proses internalisasi dalam rangka konservasi seni tradisional kerakyatan di Dusun Suruhan dapat dilihat sebagai pola pewarisan seni tradisional kerakyatan yang dimulai dengan pengenalan tari Kuda Debog kepada anak-anak Dusun Suruhan oleh orang tua sebagai pelaku seni baik dari pembelajaran sampai esensi penanaman nilai-nilai kebudayaan dan nilai sosial yang berkembang dalam masyarakat Dusun Suruhan. Dampak positifnya adalah apabila anak- anak dikenalkan kepada seni tradisional kerakyatan Dusun Suruhan lebih dini, anak-anak akan lebih memahami dan lebih mencintai budaya daerahnya. Proses internalisasi ini juga bermanfaat sebagai “doktrin” budaya kepada generasi muda, khususnya anak-anak agar tetap melestarikan seni tradisional kerakyatan dusun Suruhan. Hal ini selaras dengan arahan dari pelatih tari Kuda Debog:
Nduk, latihan nari iki kanggo nguri-uri kesenian sing wis ono ning Suruhan kene, menawa bocah-bocah wis iso mengko banjur dipentaske pas ono tamu...”(Sumber Data :Mbah  Rajak, wawancara tanggal 16 juni 2013, Pelatih Tari)

Artinya pembelajaran tari yang dilakukan di sini bertujuan untuk melestarikan kesenian yang sudah ada di Dusun Suruhan, kalau anak-anak sudah bisa nanti dipentaskan pada saat ada tamu atau wisatawan yang berkunjung.
Doktrin budaya tersebut tidak dilakukan dengan penuh keterpaksaan, tetapi dilakukan dengan sukarela dan penuh keterbukaan, ini ditunjukan dengan motivasi anak-anak yang melakukan tari Kuda Debog tersebut, seperti yang diungkapkan oleh Dimas (10 tahun):
 “saya senang belajar nari karena dari kecil melihat orang-orang tua pada bisa menari, jadi saya ingin bisa menari seperti mereka.....”(Sumber Data : Dimas Febriyana, wawancara tanggal 20 Juni 2013, Penari Kuda Debog)

Anak-anak Dusun Suruhan sebenarnya sudah belajar menari secara otodidak sejak mereka masih kecil. Sejak kecil mereka terbiasa menyaksikan orang tua mereka menari. Mereka sering melihat gerak tari yang ditarikan oleh orang tua mereka, sehingga tidak asing lagi dengan gerakan tersebut, selanjutnya mereka diikutkan dalam proses regenerasi dalam rangka konservasi seni tradisional kerakyatan dusun Suruhan, khususnya tari Kuda Debog. Proses internalisasi ini merupakan aset luar biasa yang harus tetap terjaga demi terlaksananya proses konservasi budaya, khususnya seni tardisional kerakyatan Dusun Suruhan.
Simpulan dan Saran
Ekspresi seni yang muncul pada diri anak saat melakukan tari Kuda Debog memiliki beberapa potensi yang dapat dimaksimalkan melalui interaksi- interaksi sosial di dalamnya sehingga mereka mampu memahami nilai-nilai yang terkandung dalam tarian yang mereka mainkan, paling tidak anak-anak akan mengaplikasikan dalam kehiduapannya. Proses pengembangan ekspresi seni pada anak akan terjadi seiring dengan proses apresiasi yang dilakukan anak sehingga nantinya terjadi proses kreatif pada diri anak. Kesatuan dari proses kreatif inilah yang mengantarkan anak telah melakukan proses pengalaman estetis.
Penggunaan Tari Kuda Debog dalam proses ekspresi seni anak dalam rangka konservasi seni tradisional kerakyatan dusun Suruhan adalah sangat relevan dengan karakteristik anak yang memang masih senang dengan sifat bermainnya, tanpa menghilangkan unsur edukasi pada diri anak. Tanpa anak-anak sadari, mereka telah ikut melestarikan seni budaya tradisional kerakyatan dusun mereka dengan pengalaman estetisnya.

Daftar Pustaka

Alwi, dkk. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka

Hrtono. 2013. Memacu Potensi Anak, Memicu Konservsi Seni Tradisi. Semarang: Unnes Press.

Jazuli 2002. Metode dan Teknik Pengajaran Tari. Harmonia Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni, Vol. 3 No. 2 Mei-Agustus 2002. Jurusan Sendratasik, FBS, UNNES.

------- 2008. Paradigma Kontekstual Pendidikan Seni. Surabaya : Unesa           University Press.

Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta.

Kusumastuti, Eny. 2009. Seni Pertunjukan Wisata sebagai Industri Ekonomi Kreatif dalam Kumpulan Makalah Seminar Internasional 2009 Seni Untuk Industri. Semarang : Cipta Prima Nusantara.

Latif, Abdul. 2009. Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan. Bandung : PT Rafika Aditama

Maran, Raga Rafael. 2007. Manusia dan Kebudayaan dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar. Jakarta : Rineka Cipta

Utina, Usrek Tani. 2009.Industri Seni (Teknologi dan Pariwisata Sebuah Alternatif). Makalah Seminar Internasional Jurusan Sendratasik Unnes Tahun 2009. Semarang: Citra Prima Nusantara.

Wadiyo. 2008. Sosiologi Seni (Sisi Pendekatan Multi Tafsir). Semarang: Unnes Press.

Zaini, Imam. 2007. Pembelajaran Seni untuk Memberdayakan Anak-anak Jalanan    di Sanggar Alang-alang Surabaya. Tesis Program Studi Pendidikan Seni Program Pascasarjana UNNES Tahun 2007. (tidak dipublikasikan).

No comments:

Post a Comment