EKSPRESI SENI ANAK MELALUI TARI KUDA
DEBOG
SEBAGAI WUJUD KONSERVASI SENI
TRADISIONAL KERAKYATAN
Ardiansah
Jurusan
Seni Drama Tari dan Musik, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri
Semarang, Kampus Sekaran Gunungpati Semarang
E-mail:
Ardhianasta13@gmail.com HP.085227323223
Abstrak
Penelitian tentang ekspresi seni anak melalui tari Kuda Debog telah
dilakukan di Dusun Suruhan Desa Keji Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang
dengan hasil ekspresi seni anak merupakan ungkapan dan
penjiwaan atas pengalaman estetis yang dilakukan masyarakat pelaku seni, pada hal ini anak-anak penari Kuda Debog. Ekspresi dan
Pengetahuan selalu ada dalam kegiatan Apresiasi dan Kreasi. Dalam memperoleh
pengalaman estetik, pelaku seni jelas
mengalami tahap pendidikan seni. Tahap pendidikan seni mempunyai cakupan yang
jelas, yakni proses apresiasi (menghasilkan nilai afektif), proses
pengetahuan (menghasilkan nilai
kognitif), dan proses kreasi (menghasilkan nilai psikomotorik). Tahap
pendidikan seni yang terjadi dalam ekspresi seni anak mempunyai sistem
komunikasi langsung dan tersirat, yang kesemuanya bermanfaat khusunya bagi
kelestarian Tari Kuda Debog dan pada umumnya untuk kelestarian kesenian
tradisional kerakyatan Dusun Suruhan.
Konteks
konservasi disini, proses interaksi terjadi antara generasi tua dan generasi
muda yang bersama-sama melakukan upaya pelestarian dengan melibatkan anak-anak
dalam pentas Kuda Debog. Proses pementasan tari telah mengarah kepada suatu
interaksi sosial, karena dalam melakukan proses latihan sampai pementasan
penari berusaha melakukan gerak tari semaksimal mungkin agar apa yang dilakukan
dapat dipahami oleh penonton.
Kata kunci: Ekspresi Seni, Konservasi, Seni Tradisi
1.
Pendahuluan
Berkesenian
menurut Jazuli (2008 : 101) merupakan salah satu kebutuhan integratif yang
dibutuhkan oleh setiap orang. Kesenian sebagai bagian dari tradisi budaya masyarakat senantiasa hidup baik
sebagai ekspresi pribadi maupun ekspresi bersama kelompok dalam masyarakat.
Kesenian sebagai bentuk ekspresi budaya masyarakat mempunyai fungsi yang
beragam sesuai dengan kepentingan dan keadaan masyarakat. Fungsi seni dalam
masyarakat dapat dibedakan menjadi empat, yaitu sebagai sarana upacara,
hiburan, tontonan, dan sebagai media pendidikan. Seni merupakan pernyataan
idelaisasi intelektual yang didasari oleh seperangkat sistem perlambangan.
Dalam konteks tertentu, kesenian berfungsi sebagai pedoman terhadap perilaku
manusia yang berkaiitan dengan ekspresi simbolik, keindahan, dan interaksi
sosial.
Ekspresi
simbolik dan keindahan dalam berkesenian tecermin pada kegiatan berkreasi dan
berapresiasi. Dalam berkreasi ekspresi simbolik dan keindahan senin sering
menjadi pedoman bagi pelaku, penampil atau pencipta untuk mengekspresikan
kreasi artistiknya melalui karya seni. Dalam berapresiasi, ekspresi simbolik
dan keindahan seni menjadi pedoman pada penikmatnya untuk menyerap sistem nilai
dan makna yang terkandung dalam karya seni. Dalam interaksi sosial, ekspresi
simbolik dan keindahan seni menjadi kebutuhan kolektif sehingga mampu berperan
sebagai pengikat sosial dan menumbuhkan solidaritas sosial. Seni merupakan segi
batin masyarakat, yang juga berfungsi sebagai jembatan penghubung antar-kebudayaan yang berlain-lainan coraknya. Seni juga
merupakan salah satu elemen aktif-kreatif-dinamis yang mempunyai pengaruh
langsung atas pembentukan kepribadian suatu masyarakat (Maran 2007 : 104).
Salah satu kelompok masyarakat yang masih menganggap
seni sebagai salah satu kebutuhan tercermin dalam kehidupan masyarakat Dusun Suruhan Desa Keji Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang. Seni
tradisional yang ada di Dusun Suruhan kerap kali disajikan sebagai pelengkap
upacara Merti Dusun, yaitu upacara
tahunan untuk meminta berkah dan keselamatan bagi masyarakat Dusun Suruhan.
Masyarakat berusaha melestarikan kesenian tradisional Dusun Suruhan dengan
melaksanakan pentas, baik sebagai pelengkap upacara maupun hiburan. Kesenian
yang dipentaskan di Dusun Suruhan diantaranya tari kuda lumping, tari kuda
debog, tari prajuritan, seni karawitan, seni musik lesung (SOP YTC, 2010: 99).
Semua kesenian disajikan oleh semua elemen masyarakat, dari anak- anak SD,
sampai orang tua. Sebagai contoh tari Kuda Debog, disajikan oleh anak-anak SD
kelas 1-4. Penari Kuda Debog merupakan anak-anak Dusun Suruhan yang berusia
7-10 tahun. Tari Kuda Debog merupakan tarian ciri khas Dusun Suruhan, yang
menggunakan pelepah pisang (jawa: debog) sebagai properti pengganti kuda
kepang. Tari Kuda Debog terinspirasi dari dolanan
jaranan saat masa kecil
orang-orang jaman dahulu. Melalui tari Kuda Debog inilah salahsatu interaksi sosial antara individu baik penari
maupun masyarakat yang terlibat akan terjadi. Interaksi sosial bisa terjadi
apabila ada dua syarat yang dilalui, yakni adanya kontak sosial dan komunikasi
( Wadiyo, 2008: 59). Kontak sosial pada hakikatnya aksi dari individu atau
kelompok dan mempunyai makna bagi pelakunya, yang kemudian ditangkap oleh
individu atau kelompok lain. Sedangkan komunikasi adalah proses penyampaian
suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah
sikap, pendapat, dan/ atau perilaku (Effendy dalam Wadiyo: 2008:60).
2.
Kajian Teori
2.1
Ekspresi, Ekspresi Seni, dan Anak
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:46) Ekspresi adalah pengungkapan
atau proses menyatakan (yaitu memperlihatkan atau menyatakan maksud, gagasan, perasaan,
dan sebagainya). Di sisi lain, Jazuli (2008: 109) mengungkapkan bahwa ekspresi
adalah proses ungkapan emosi atau perasaan di dalam proses penciptaan karya
seni, proses ekspresi bisa diaktualisasikan melalui media. Media musik bunyi;
media seni rupa adalah garis, bidang dan warna; media tari adalah gerak; media
teater adalah gerak, suara dan lakon.
Ekspresi seni merupakan pengungkapan
perasaan seseorang atau kelompok yang disampaikan melalui bentuk seni, baik itu
pertunjukan maupun rupa (Jazuli, 2008: 113). Pengungkapan tersebut dapat
mengandung pesan yang penonton harus mengetahui dari apa yang akan ia
sampaikan, atau hanya dengan pengungkapan ekspresi diri saja. Memaknai lebih
luas dari definisi ekspresi seni, dapat diartikan sebagai kritik sosial akan
konflik diri (Hartono dalam Jazuli, 2008: 113).
Dari
konteks kebudayaan, karya
seni hadir dalam
hubungan yang kontekstual dengan ruang
dan waktu tempat
karya bersangkutan dilahirkan. Dengan perspektif ini, kelahiran sebuah karya seni selalu dimotivasi
oleh berbagai persoalan yang terjadi
dalam masyarakat. Dalam berkarya
pencipta tidaklah lepas dari proses
kreativitas di mana setiap berproses bebas berekspresi menuangkan ide yang dimiliki.
Anak- anak adalah inspirasi pencipta dalam
berkarya, di mana anak-
anak memiliki karakter dan ekspresi-ekpresi yang bervariasi, dan sangat ditentukan oleh lingkungan mereka. Sekalipun karakter alami
seorang anak tetap muncul, antara lain :
susah diatur dan susah untuk diajak kerja sama, super ego yang dapat dilihat dari sikap anak yang ingin
menang sendiri, hal demikian merupakan
karakter anak yang sangat alami. Anak
yang berumur 3 - 10
tahun tingkah mereka lucu-lucu, asik namun seringkali tingkah mereka yang hiperaktif itu juga bisa bikin kita
merasa "sebel" dan bikin
kita emosi. Namun demikian kebanyakan dari kegiatan yang sedang dia lakukan tidak bisa bertahan lama, karena mereka
cepat bosan.
a.
Tari Kuda Debog Dusun
Suruhan
Tari Kuda Debog merupakan tari perkembangan dari
tari jaranan yang sudah ada di Dusun Suruhan. Gerak
Tari Kuda Debog dibuat lebih sederhana dan durasi waktu penyajiannya
dipersingkat agar mudah dipelajari oleh anak-anak. Tarian ini menggunakan
properti yang unik, yaitu debog atau
pelepah daun pisang yang dibentuk menyerupai kuda. Properti kuda dari pelepah
daun pisang merupakan ide dari Mbah Klemuk Raka Yayi (alm) yang merupakan
budayawan Dusun Suruhan, karena dulu waktu kecil beliau sering kali bermain
kuda-kudaan dari pelepah daun pisang. Hal tersebut juga didukung dengan
banyaknya pohon pisang di sekitar Dusun Suruhan, sehingga mempermudah pencarian
bahan properti kuda dari pelepah daun pisang. Properti kuda dari pelepah daun
pisang ini biasanya hanya sekali pakai.
Tari
Kuda Debog menggambarkan
semangat seorang prajurit pemberani.
Tari Kuda Debog sebenarnya merupakan tarian putra, namun tidak menutup
kemungkinan anak perempuan juga dapat belajar menarikan Tari Kuda Debog. Anak-anak
perempuan yang tergabung dalam pembelajaran seni tari Dusun Suruhan juga ikut
belajar Tari Kuda Debog, hanya saja nanti pada saat pentas yang lebih
diprioritaskan untuk menarikan Tari Kuda Debog yaitu anak laki-laki. Anak
perempuan akan diarahkan untuk menarikan tari yang lain seperti Tari Kuda
Lesung.
Gerak
tari Kuda Debog yang merupakan pengembangan dari tari Jaranan terlihat
sederhana, karena penarinya memang anak- anak. Beberapa gerak dari tari Kuda
Debog diantaranya: sembahan, trecet
manggon, tumpang tali, balahan, gedrug manggon, derum, ngongser, unclang,
mlayu, mlaku telu, dan masih banyak lagi. Gerak yang dilakukan tetap
menggunakan spot gerak putra, namun dengan karakteristik anak- anak usia 7-10
tahun. Gerak tari Kuda Debog yang sederhana dan memiliki pengulangan gerak,
menjadikan koereografer mensiasati penyajian tari agar tidak membosankan dengan
menggarap komposisi tarinya, baik dari segi gerak, ruang dan waktu. Komposisi
tari juga berpengaruh pada tingkat kecerdasan spasial anak (penari).
Tari
Kuda Debog menggunakan kostum yang sederhana namun terkesan unik. Kostum yang
digunakan terdiri dari celana hitam, pelepah daun pisang yang melingkar pada
pinggang dan bahu penari, serta ikat kepala berupa daun nangka kering yang
dirangkai melingkar di kepala. Kostum yang mereka gunakan sangat sederhana dan
mudah didapat di alam, karena di Dusun Suruhan banyak terdapat pohon pisang.
Rias wajah yang digunakan juga sederhana dan tidak ada patokan tertentu. Ada di
antara mereka yang dibantu oleh orang tua mereka di rumah, sehingga mereka
datang ke lapangan sudah siap untuk pentas. Ada juga anak yang rias sendiri di
lapangan menggunakan make up milik
bersama.
b. Konservasi
dan Seni Tradisional Kerakyatan
Konservasi adalah pemanfaatan sumber
daya alam secara bijaksana (Sumaryanto, 2012: 12). Konservasi menurut Thesaurus Bahasa Indonesia bersinonim
dengan preservasi yang berarti
pelestarian, pemeliharaan, penjagaan, perawatan, dan perlindungan atau
proteksi. Sedangkan menurut Rohendi (2012:3), konservasi adalah konsep tindakan
untuk menyelamatkan, memelihara, merawat, baik dalam bentuk pelestarian maupun
pengem bangan, terhadap sesuatu yang diangap berharga untuk kelangsungan hidup
manusia dalam keseimbangan sistemnya. Dengan demikian, konservasi memiliki makna
upaya: penjagaan, pelestarian, perawatan, perlindungan dari kehilangan,
pemusnahan dan kerusakan segala sesuatu yang berharga untuk kepentingan dan
kelangsungan hidup manusia. Konservasi sudah barang tentu dapat berupa
konservasi alam dan konservasi buatan manusia. Konservasi alam (sumber daya
alam hayati, energi dan bumi). Konservasi buatan manusia adalah segala sesuatu
hasil karya manusia termasuk didalamnya adalah kesenian.
Kesenian sebagai salah satu unsur
kebudayaan dalam berbagai perwujudannya senantiasa hadir dalam bentuk
simbol-simbol yang secara estetis mengungkapkan nilai- nilai budaya masyarakat.
Kegiatan berkesenian yang dilakukan oleh para pendukungnya dalam kehidupan
masyarakat, disadari atau tidak senantiasa diatur, diarahkan dan dikendalikan
secara budaya. Hal ini berarti kesenian dalam berbagai bentuk dan ungkapannya
adalah ekspresi budaya yang secara estetis simbolis menyuarakan atau
menyampaikan realitas kondisi lingkungan alam, sosial, dan budaya suatu
masyarakat dimana kesenian itu muncul (Geertz dalam Hartono, 2013: 16). Sebagai
ekspresi budaya, kesenian mewujudkan dirinya dalam berbagai bentuk sesuai
dengan media yang digunakan. Perwujudan bentuk kesenian tersebut sesuai dengan
media yang digunakan dapat berupa seni rupa/ visual, seni sastra atau seni
pertunjukan (tari, musik, teater)
Kesenian sebagaimana juga kebudayaan, adalah pedoman hidup bagi
masyarakat pendukungnya dalam mengadakan kegiatannya. Kesenian sebagai unsur
kebudayaan memberikan pedoman terhadap aktivitas manusia yang berkaitan dengan
keindahan, yaitu menyangkut dengan berkreasi adn berapresiasi. Pertama,
kesenian sebagai pedoman bagi pelaku, penampilan dan pengalamanya mereka mampu
memanipulasi media guna menyampaikan suatu karya seni. Kedua, kesenian
memberikan pedoman pada pemanfaatan, pemirsa atau penikmat untuk menyerap karya
seni, penikmat dapat melakukan apresiasi untuk menumbuhkan kesan-kesan estetik
tertentu (Milles dalam Rohidi, 2000:34). Pendapat lain yang menyatakan seni
bagian dari budaya dan seni lahir dari sebuah kultur masyarakat, dengan
demikian kesenian tengan demikian kesenian tidak akan terpisah dari masyarakatnya,
karena seni juga digunakan sebagai pemenuhan kebutuuhan estetis (Maryono,
2012:111).
Kesenian di Indonesia banyak sekali macamnya, meliputi seni pertunjukan
dan seni rupa. Seni pertunjukan terdiri atas seni tari, seni musik, seni teater
dan seni pedhalangan. Seni rupa terdiri atas seni batik, seni kriya, sunging,
lukis, dan lain sebagainya. Seni pertunjukan sendiri berdasarkan waktu perkembangannya
terdiri atas seni tradisional dan seni modern. Seni tradisional meliputi seni
tradisional kerakyatan yaitu seni tradisional yang tumbuh dan berkembang di
kalangan rakyat atau pedesaan bahkan di luar tembok istana, dan seni
tradisional klasik adalah seni yang berkembang di kalangan istana. Sedangkan
seni modern adalah seni yang berkembgpada masa-masa sekarang ini, sifatnya
populer dan merupakan seni masa.
Seni tradisional, khususnya pertunjukan rakyat yang bersifat tradisional,
hidup dan berkembang dalam masyarakat dan sesungguunghnya mempunyai fungsi
penting, yakni fungsi sosial: daya tarik pertunjukan rakyat terletak pada
kemampuannya sebagai pembangun dan pemelihara solidaritas kelompok, sedangkan fungsi
daya penyebarannya: pertunjukan rakyat memiliki jangkauan penyebaran yang
meliputi seluruh lapisan masyarakat (Kayam dalam Utina, 2011:210). Pertunjukan
rakyatlah yang menyebabkan masyarakat menjadi lebih memahami nilai- nilai dan
pola perilaku yang berlaku dalam lingkungan sosialnya. Peranan yang serupa
nampaknya sekarang mengalami pergeseran dalam menghadapi tantangan besar.
3.
Hasil
Berangkat dari kondisi lapangan di Dusun Suruhan Desa Keji Kecamatan
Ungaran Barat tentang adanya pertunjukan tari Kuda Debog yang telah menjadi
icon dusun tersebut, dapat kita kaji bersama kaitannya dengan ekspresi seni
anak dan pelestarian dalam konsep konservasi seni tradisional kerakyatan. Jauh
lebih mendalam dari landsan teori tersebut, tersirat di dalamnya sebuah
komunikasi seni dalam proses ekspresi seni anak tersebut (Kusumastuti,
2013:43). Komunikasi yang terjadi dalam Tari Kuda Debog di Dusun Suruhan ini
dapat kita telaah sebagai berikut:
3.1 Ekspresi Seni Anak
Tari Kuda Debog yang ditarikan oleh
anak- anak usia 7-10 tahun memiliki ciri pola gerak yang sederhana, yang
merupakan gerak pengembangan dari gerak- gerak tari Jaranan, selanjutnya
diselaraskan dengan pola gerak dolanan.
Tari dolanan merupakan salah satu
jenis tari yang bersifat untuk bermain dan mempunyai pola gerak sederhana dan
biasanya diperuntukan untuk anak-anak (Widodo, 2009: 113).
Tari Kuda Debog yang merupakan tari dolanan memiliki ciri gerak yang diambil
dari gerak-gerak bermain. Konteks bermain di sini adalah bermainnya anak-anak
usia 7-10 tahun yang menirukan gerak penunggang kuda. Tahap anak-anak merupakan
tahap meniru (Wadiyo, 2008: 34). Tingkah polah anak-anak dalam menirukan gerak
akan menghasilkan ekspresi yang beragam walaupun oleh koreografer telah
diarahkan untuk melakukan satu ekspresi sesuai dengan tariannya. Ekspresi ini
juga muncul pada penari Kuda Debog, dengan penari yang memang masih anak-anak,
gerak yang sederhana, terkadang gerak yang dilakukan akan menimbulkan gelak
tawa penonton. Namun tidak jarang keseriusan tetap terjadi walaupun sikap
keseriusan mereka juga justru menimbulkan gelak tawa. Seperti dalam pergantian
pola lantai, biasanya ada salah seorang penari yang lupa posisi sehingga penari
tersebut melakukan gerak refleks dan menimbulkan ekspresi yang membuat tarian
menjadi terlihat lucu. Keadaan seperti inilah yang dinamakan sebgai ekspresi
seni anak, atau lebih dimaknai dengan ekspresi murni yang dikeluarkan saat
anak-anak berhadapan dengan sunbia seni, termasuk seni tari.
Pola gerak yang sederhana dan adanya
pengulangan gerak yang terjadi pada Tari Kuda Debog menjadikan adanya pola
komposisi ruang yang sederhana pula. Tari Kuda Debog ditarikan oleh 6 penari
anak-anak. Ini merupakan ketentuan dari dahulu, bahwa setiap pementasan penari
Kuda Debog harus berjumlah 6 anak putra. Sesuai dengan penjelasan Mbah Rajak (pelatih
tari Kuda Debog Dusun Suruhan):
“Penari Kuda Debog itu jumlahnya
dari dahulu memang harus berjumlah 6 anak putra. Ketentuan ini merupakan pesan leluhur yang ada dari Eyang kita, yakni Mbah
Klemuk Raka Yayi yang menciptakan tari Kuda Debog.”
(sumber data:
Mbah Rajak, wawancara tanggal 20 Juni 2013, Pelatih tari Kuda Debog)
1.2
Dimensi Ekspresi Seni
dalam Konservasi
Pemberian
pengalaman estetik dalam pertunjukan tari Kuda Debog pada anak-anak usia 7-10
tahun di Dusun Suruhan Desa Keji Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang
memberikan dampak positif di berbagai aspek kehidupan masyarakat Dusun Suruhan.
Kesadaran dan komitmen untuk memanfaatkan seni dalam program masyarakat sadar
budaya akan menumbuhkan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat
akan lebih mudah dan lebih kuat mengakar pada diri masyarakat. Pengalaman
estetik yang didapat oleh anak-anak dusun Suruhan mempunyai beberapa manfaat
untuk diri anak tersebut, yakni sesuai dengan bagan di bawah ini:
Konsep Pendidikan Seni
|
APRESIASI
Nilai Afeksi
|
PENGETAHUAN
Niali Kognitif
|
Ekspresi Seni Anak/ Pengalaman
Estetik
|
KREASI
Nilai
Psikomotorik
|
Keterangan: Ekspresi Seni Anak pada bagan di atas harus dimaknai sebagai
ungkapan dan penjiwaan atas pengalaman estetis yang dilakukan masyarakat pelaku
seni, dalam lingkup ini adalah penari, pemusik tari Kuda Debog. Ekspresi dan
Pengetahuan selalu ada dalam kegiatan Apresiasi dan Kreasi.
Berdasarkan
bagan di atas, dapat kita simpulkan bahwa di dalam memperoleh pengalaman
estetik, pelaku seni jelas mengalami
tahap pendidikan seni. Tahap pendidikan seni mempunyai cakupan yang jelas,
yakni proses apresiasi (menghasilkan nilai afektif), proses pengetahuan (menghasilkan nilai kognitif), dan proses
kreasi (menghasilkan nilai psikomotorik). Tahap pendidikan seni yang terjadi
dalam ekspresi seni anak mempunyai sistem komunikasi langsung dan tersirat,
yang kesemuanya bermanfaat khusunya bagi kelestarian Tari Kuda Debog dan pada
umumnya untuk kelestarian kesenian tradisional kerakyatan Dusun Suruhan.
Proses
pelestarian yang selanjutnya disebut proses konservasi seni tradisional
kerakyatan dusun Suruhan dapat kita analisis sebagai berikut:
1.
Proses Sosialisasi
Proses
Sosialisasi terjadi pada saat tari Kuda Debog dipentaskan. Secara tidak
langsung, ini merupakan proses pengenalan tari Kuda Debog yang merupakan salah
satu seni tradisional kerakyatan yang ada di Dusun Suruhan. Target sosialisasi
ini minimal kepada masyarakat sekitar yang menjadi penonton, bahkan secara luas
apabila dipentaskan pada saat penyambutan tamu dalam kunjungan ke Dusun
tersebut dimaknai sebagi sosialisasi kepada khalayak umum.
2.
Proses Interaksi
Interaksi
yang terjadi pada pertunjukan tari Kuda Debog dapat dipahami seperti penjelasan
sebelumnya. Namun dalam konteks konservasi disini, proses interaksi terjadi
antara generasi tua dan generasi muda yang bersama-sama melakukan upaya
pelestarian dengan melibatkan anak-anak dalam pentas Kuda Debog. Proses
pementasan tari telah mengarah kepada suatu interaksi sosial, karena dalam
melakukan proses latihan sampai pementasan penari berusaha melakukan gerak tari
semaksimal mungkin agar apa yang dilakukan dapat dipahami oleh penonton. Hal
ini menunjukan bahwa pelaku seni benar- benar melakukan proses regenerasi dan
saling saling mengisi antara generasi tua dan generasi muda.
3.
Proses Internalisasi
Internalisasi
dapat diartikan sebagai pendarahdagingan (Prihadi dalam Wadiyo, 2008:128).
Proses internalisasi dalam rangka konservasi seni tradisional kerakyatan di
Dusun Suruhan dapat dilihat sebagai pola pewarisan seni tradisional kerakyatan
yang dimulai dengan pengenalan tari Kuda Debog kepada anak-anak Dusun Suruhan
oleh orang tua sebagai pelaku seni baik dari pembelajaran sampai esensi
penanaman nilai-nilai kebudayaan dan nilai sosial yang berkembang dalam
masyarakat Dusun Suruhan. Dampak positifnya adalah apabila anak- anak
dikenalkan kepada seni tradisional kerakyatan Dusun Suruhan lebih dini, anak-anak
akan lebih memahami dan lebih mencintai budaya daerahnya. Proses internalisasi
ini juga bermanfaat sebagai “doktrin” budaya kepada generasi muda, khususnya
anak-anak agar tetap melestarikan seni tradisional kerakyatan dusun Suruhan. Hal
ini selaras dengan arahan dari pelatih tari Kuda Debog:
“Nduk, latihan nari iki kanggo nguri-uri
kesenian sing wis ono ning Suruhan kene, menawa bocah-bocah wis iso mengko
banjur dipentaske pas ono tamu...”(Sumber Data :Mbah Rajak, wawancara tanggal 16 juni 2013, Pelatih
Tari)
Artinya
pembelajaran tari yang dilakukan di sini bertujuan untuk melestarikan kesenian
yang sudah ada di Dusun Suruhan, kalau anak-anak sudah bisa nanti dipentaskan
pada saat ada tamu atau wisatawan yang berkunjung.
Doktrin
budaya tersebut tidak dilakukan dengan penuh keterpaksaan, tetapi dilakukan
dengan sukarela dan penuh keterbukaan, ini ditunjukan dengan motivasi anak-anak
yang melakukan tari Kuda Debog tersebut, seperti yang diungkapkan oleh Dimas
(10 tahun):
“saya senang belajar nari karena dari kecil
melihat orang-orang tua pada bisa menari, jadi saya ingin bisa menari seperti
mereka.....”(Sumber Data : Dimas Febriyana, wawancara tanggal 20 Juni 2013,
Penari Kuda Debog)
Anak-anak
Dusun Suruhan sebenarnya sudah belajar menari secara otodidak sejak mereka
masih kecil. Sejak kecil mereka terbiasa menyaksikan orang tua mereka menari.
Mereka sering melihat gerak tari yang ditarikan oleh orang tua mereka, sehingga
tidak asing lagi dengan gerakan tersebut, selanjutnya mereka diikutkan dalam
proses regenerasi dalam rangka konservasi seni tradisional kerakyatan dusun
Suruhan, khususnya tari Kuda Debog. Proses internalisasi ini merupakan aset
luar biasa yang harus tetap terjaga demi terlaksananya proses konservasi
budaya, khususnya seni tardisional kerakyatan Dusun Suruhan.
Simpulan dan Saran
Ekspresi
seni yang muncul pada diri anak saat melakukan tari Kuda Debog memiliki
beberapa potensi yang dapat dimaksimalkan melalui interaksi- interaksi sosial
di dalamnya sehingga mereka mampu memahami nilai-nilai yang terkandung dalam
tarian yang mereka mainkan, paling tidak anak-anak akan mengaplikasikan dalam
kehiduapannya. Proses pengembangan ekspresi seni pada anak akan terjadi seiring
dengan proses apresiasi yang dilakukan anak sehingga nantinya terjadi proses
kreatif pada diri anak. Kesatuan dari proses kreatif inilah yang mengantarkan
anak telah melakukan proses pengalaman estetis.
Penggunaan
Tari Kuda Debog dalam proses ekspresi seni anak dalam rangka konservasi seni
tradisional kerakyatan dusun Suruhan adalah sangat relevan dengan karakteristik
anak yang memang masih senang dengan sifat bermainnya, tanpa menghilangkan
unsur edukasi pada diri anak. Tanpa anak-anak sadari, mereka telah ikut
melestarikan seni budaya tradisional kerakyatan dusun mereka dengan pengalaman
estetisnya.
Daftar
Pustaka
Alwi, dkk. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta :
Balai Pustaka
Hrtono. 2013. Memacu Potensi Anak, Memicu Konservsi Seni
Tradisi. Semarang: Unnes Press.
Jazuli 2002. Metode dan Teknik Pengajaran
Tari. Harmonia Jurnal Pengetahuan dan
Pemikiran Seni, Vol. 3 No. 2 Mei-Agustus 2002. Jurusan Sendratasik, FBS,
UNNES.
------- 2008. Paradigma Kontekstual Pendidikan Seni. Surabaya
: Unesa University Press.
Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta :
Rineka Cipta.
Kusumastuti, Eny. 2009. Seni
Pertunjukan Wisata sebagai Industri Ekonomi Kreatif dalam Kumpulan Makalah
Seminar Internasional 2009 Seni Untuk Industri. Semarang : Cipta Prima
Nusantara.
Latif, Abdul. 2009. Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan.
Bandung : PT Rafika Aditama
Maran, Raga Rafael. 2007. Manusia dan Kebudayaan dalam Perspektif Ilmu
Budaya Dasar. Jakarta : Rineka Cipta
Utina, Usrek Tani. 2009.Industri
Seni (Teknologi dan Pariwisata Sebuah Alternatif). Makalah Seminar
Internasional Jurusan Sendratasik Unnes Tahun 2009. Semarang: Citra Prima
Nusantara.
Wadiyo. 2008. Sosiologi Seni (Sisi Pendekatan Multi
Tafsir). Semarang: Unnes Press.
Zaini, Imam. 2007. Pembelajaran
Seni untuk Memberdayakan Anak-anak Jalanan di Sanggar Alang-alang Surabaya. Tesis Program
Studi Pendidikan Seni Program Pascasarjana UNNES Tahun 2007. (tidak
dipublikasikan).
No comments:
Post a Comment