Thursday, 5 November 2015

RIAS DAN BUSANA PENDUKUNG KARAKTER SEBUAH TARIAN

RIAS DAN BUSANA PENDUKUNG KARAKTER SEBUAH TARIAN

Ardiansah
Jurusan Seni Drama Tari dan Musik, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang, Kampus Sekaran Gunungpati Semarang
E-mail: Ardhianasta13@gmail.com HP.085227323223


Abstrak

Kesenian sebagai bagian dari tradisi budaya masyarakat senantiasa hidup baik sebagai ekspresi pribadi maupun ekspresi bersama kelompok dalam masyarakat. Kesenian sebagai bentuk ekspresi budaya masyarakat mempunyai fungsi yang beragam sesuai dengan kepentingan dan keadaan masyarakat. Dalam seni tari khususnya, aspek rias busana merupakan hal penting dalam aspek yang menunjang penegasan dalam menyampakan maksud tarian. Ada kecenderungan perbedaan karakter tarian yang disimbolkan  melalui rias wajah dan busana yang dikenakan. Berdasarkan observasi awal yang telah dilakukan, kendala yang terjadi di UKM Tari Kreasi Unnes, misalnya yaitu belum adanya upaya pengembangan sumber daya manusia di bidang rias dan busana tari sehingga kadang kala terjadi ketidaksesuaian antara rias dan busana dengan karakter tari yang ditampilkan. Berawal dari hal inilah perlu adanya penyuluhan tentang pengetahuan tata rias dan tata busana tari sekaligus memberikan pelatihan tata rias dan tata busana bagi anggota UKM Tari Kreasi Unnes sehingga sesuai dengan karakter tarian yang akan ditampilkan. Tujuannya tidak lain agar anggota UKM Tari Kreasi dapat menerapkan Rias dan Busana sesui dengan karakter yang dibawakan. Metode dari pelatihan ini adalah diadakan penyuluhan dan pelatihan tentang rias dan busana tari, hasilnya nanti dapat diterapkan pada pentas- pentas yang dilakukan oleh tim tari dari UKM Tari Kreasi.

Kata Kunci : Tata Rias, Tata Busana, dan Karakter Tari



Pendahuluan
Tata Rias dan Tata Busana dua serangkai yang tidak dapat dipisahkan untuk penyajian suatu garapan tari. Seorang penata tari perlu memikirkan dengan cermat dan teliti tata rias dan tata busana yang tepat guna memperjelas dan sesuai dengan tema yang disajikan dan akan dinikmati oleh penonton. Untuk itu memilih desain pakaian dan warna membutuhkan pemikiran dan pertimbangan yang matang karena kostum berfungsi untuk memperjelas pemeranan pada tema cerita. Berkesenian menurut Jazuli (2008 : 101) merupakan salah satu kebutuhan integratif yang dibutuhkan oleh setiap orang. Dalam seni tari khususnya, aspek rias busana merupakan hal penting dalam aspek yang menunjang penegasan dalam menyampakan maksud tarian. Ada kecenderungan perbedaan karakter tarian yang disimbolkan  melalui rias wajah dan busana yang dikenakan.
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Tari Kreasi Universitas Negeri Semarang merupakan wadah bagi mahasiswa dalam mengembangkan bakat sekaligus melestarikan budaya bangsa, khususnya tarian. Namun, pada kenyataannya pada pentas- pentas tertentu, cenderung para penari melakukan persiapan pentas, baik rias maupun busana yang kurang sesuai dengan identitas karakter tari tersebut. Misalnya tari yang dibawakan bernuansa agung. Namun kostum yang dikenakan berwarna merah cerah dan biru, itu sudah mengalihkan perhatian penonton bahwa kesan berubah menjadi tidak agung lagi, melainkan meriah. Belum lagi dengan jenis riasan yang digunakan. Hal ini dikarenakan kurang adanya pengetahuan dan pengembangan kekinian dari sumber daya manusia yang ada di UKM Tari Kreasi tersebut.
Berangkat dari hal tersebut, maka perlu adanya pelatihan tentang rias dan busana tari kepada anggota UKM agar dalam berias dan berbusana dapat sesuai karakter tarian yang akan ditampilkan.
a.                   Tata Rias
Tata rias adalah seni menggunakan bahan-bahan kosmetika untuk. mewujudkan wajah peranan dengan memberikan dandanan atau perubahan pada para pemain di atas panggung/pentas dengan suasana yang sesuai dan wajar (Harymawan, 1993: 134). Sebagai penggambaran watak di atas pentas selain acting yang dilakukan oleh pemain  diperlukan adanya tata rias sebagai usaha menyusun  hiasan terhadap suatu objek yang akan dipertunjukan.
Bentuk wajah yang paling ideal atau sempurna akan memudahkan orang merias dirinya sesuai dengan riasan dan karakter yang diinginkan. Hal ini seirama dengan fungsi pokok tata rias adalah mengubah penampilan seorang pemain dari karakternya sendiri menjadi karakter tertentu yang merupakan tuntutan skenario dengan bantuan rias wajah. Ini sesuai dengan teori rias yang dikemukakan oleh Nikmah Ilahi dalam panduan tat rias kecantikan wajah terkini (2010: 93), bahwa merias wajah dengan warna yang tepat selain mempercantik wajah juga akan menciptakan hasil yang selars dengan kepribadian
b.                  Busana
Busana (pakaian) tari merupakan segala sandang dan perlengkapan (accessories) yang dikenakan penari di atas panggung.
Tata pakaian terdiri dari beberapa bagian
1)      Pakaian dasar, sebagai dasar sebelum mengenakan pakaian pokoknya. Misalnya, setagen, korset, rok dalam,straples
2)      Pakaian  kaki, pakaian yang dikenakan pada bagian kaki. Misalnya binggel, gongseng, kaos kaki, sepatu.
3)      Pakaian tubuh, pakaian pokok yang dikenakan pemain pada bagian tubuh mulai dari dada sampai pinggul. Misalnya kain, rok, kemeja,  mekak, rompi, kacerapekampok-ampok, simbar dada, selendang, dan seterusnya.
4)      Pakaian kepala, pakaian yang dikenakan pada bagian kepala. Misalnya berbagai macam jenis tata rambut (hairdo) dan riasan bentuk rambut (gelung tekukgelung kondegelung keonggelung bokor, dan sejenisnya). 
5)      Perlengkapan/accessories, adalah perlengkapan yang melengkapi ke empat pakaian tersebut di atas untuk memberikan efek dekoratif, pada karakter yang dibawakan. Misalnya perhiasan gelang, kalung, ikat pinggang,kamus timang/slepe ceplok, deker (gelang tangan), kaos tangan, bara samir, dan sejenisnya.
Perlengkapan atau alat yang dimainkan pemeran di atas pentas disebut dengan istilah property. Misalnya, selendang, kipas, tongkat, payung, kain, tombak, keris, dompet, topi, dan semacamnya.
Tata rias dan busana ini berkaitan erat dengan warna, karena warna di alam seni pertunjukan berkaitan dengan  karakter seorang tokoh yang dipersonifikasikan kedalam warna busana yang dikenakan beserta riasan warna make up oleh tokoh bersangkutan oleh karenanya warna dikatakan sebagai simbol. Dalam pembuatan busana penari, warna dapat juga digunakan hanya untuk mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan keindahannya saja dalam memadukan antara yang satu dengan lainnya. Dalam pembuatan kostum, warna  menjadi syarat utama karena begitu dilihat warnalah yang membawa kenikmatan utama. Di dalam buku Dwimatra (2004: 28 – 29) warna dibedakan menjadi lima yaitu, warna primer, sekunder, intermediet, tersier, dan kuarter.

c.                   Karakter Tari
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti: 1). Sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. 2).Karakter juga bisa bermakna "huruf". Wyne mengungkapkan bahwa kata karakter berasal dari bahasa Yunani “karasso” yang berarti “to mark” yaitu menandai atau mengukir, yang memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh sebab itu seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara orang yang berprilaku jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter erat kaitannya dengan personality (kepribadian) seseorang.
Apabila dikaitkan dengan tarian, maka karakter tari dapat diartikan sebagai nilai yang terkandung dalam sebuahtarian dimana nilai tersebut bisa bersifat tersirat maupun tersurat baik diungkapkan melalui gerak, ekspresi, pola maupun rias dan busana yang digunakan dalam tarian tersebut. Karakter tarian akan terlihat jelas apabila unsur- unsur gerak, busana, rias dan pola sudah dilaksanakan oleh penari, lebih tegas lagi diperlihatkan dengan ekspresi penari. Keterikatan antara rias, busana dan tari sudah tidak dapat dipisahkan lagi karena ketiganya merupakan satu kesatuan yang berjalan beriringan.

Metode Pelaksanaan
Pelaksanaan Pelatihan Rias dan Busana Tari ini dilaksanakan dengan menggunakan metode ceramah dan demonstrasi, sehingga terbagi dalam 2 (dua) sesi, yakni penyuluhan dan pelatihan. Secara rinci dapat digambarkan sebagai  berikut:
1.           Melakukan penyuluhan dan pelatihan rias busana tarian yang sama dengan tarian yang diajarkan di UKM Tari Unnes. Metodenya mengamati dan demonstrasi. Setalah mengamati, anggota melakukan praktek tata cara pemakaian, merapikan busana tari yang sesuai dengan karakter tarian.
2.         Melakukan evaluasi pelatihan melalui tes praktek, yaitu dengan cara mewajibkan anggota mempraktekan apa yang telah diamatinya.

Pelatihan Rias dan Busana ini menggunakan treatmen penyuluhan dimana sesuai dengan observasi awal yang terjadi pada obyek adalah Belum adanya Pemahaman dan kemampuan tentang rias tari dan belum adanya pemahaman dan keterampilan dalam berbusana tari dan nantinya dihasilkan:
1.                  Meningkatnya kemampuan dalam pemahaman tentang tata rias tari
2.                  Meningkatnya kemampuan dalam pemahaman tentang busana tari
3.                  Meningkatnya kemampuan dan ketrampilan dalam tata rias tari
4.                  Meningkatnya kemampuan dan ketrampilan dalam berbusana tari

Hasil Pengabdian
Berdasarkan pelatihan yang dilaksanakan hari sabtu, 7 September 2013 bertempat di gedung B2 ruang 208 FBS UNNES, yang dimulai dari pukul 07.30 sampai 12.05 menghasilkan meningkatnya kemampuan dalam pemahaman tentang tata rias tari, meningkatnya kemampuan dalam pemahaman tentang busana tari, Meningkatnya kemampuan dan ketrampilan dalam tata rias tari, meningkatnya kemampuan dan ketrampilan dalam berbusana tari dari peserta kegiatan. Pada akhir kegiatan dari 35 peserta, 80%  (28 orang) dari peserta telah memahami betul bagaimana cara merias wajah yang benar. Peserta juga melakukan rias pribadi dengan detail riasan sesuai dengan penjelasan dari pemateri, begitu pula tentang tata cara berbusana.

Pembahasan
Penggunaan rias dan busana ini tentu tidak lain  karena adanya sumber daya manusia yang kurang memahami betul akan pentingnya rias dan busana akan penegasan karakter tari yang dimainkan.  Berawal dari hal tersebut, pengabdi telah melakukan kegiatan pengabdian mahasiswa dengan metode penyuluhan dan praktik langsung tentang tata rias dan busana tari dengan sasarann yang dilibatkan dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah anggota UKM Tari Kreasi Universitas Negeri Semarang yang tidak hanya berasal dari jurusan seni saja, tetapi dari berbagai jurusan yang ada di Unnes.
UKM Tari Kreasi Unnes merupakan lembaga kemahasiswaan yang bergerak dalam bidang pembimbingan dan pelatihan tari kreasi. Kegiatan yang telah dilakukan oleh UKM Tari Kreasi Unnes antara lain latihan tari- tari kreasi tradisi, seperti tari Tumandang, tari Semarangan, tari Banceran dan tari Denok. Selain itu, kegiatan latian tari tersebut sudah sering dipentaskan dalam lingkup universitas maupun di luar universitas. Namun, yang menjadi kelemahan dari UKM Tari Kreasi Unnes adalah para anggota kurang terampil dalam hal tata rias tari dan kurang memahami tentang busana tari yang sesuai dengan karakter tarinya. Pelnyuluhan dan pelatihan ini sebagai upaya peningkatan pemahaman dan keterampilan dalam merias dan berbusana tari yang sesuai dengan karakter tarian, serta meningkatkan sumber daya manusia dalam bidang rias dan busana tari. Pelaksanaan kegiatan ini melibatkan anggota UKM Tari yang berjumlah 25 mahasiswa. Mahasiswa yang mengikuti pelatihan tari ini diharapkan akan memiliki ketrampilan merias dan berbusana khususnya tari yang baik dengan pemahaman yang lebih baik, hingga selanjutnya mereka bisa mengaplikasikan apa yang telah dipelajarinya pada  pentas- pentas yang akan dilakukannya, seperti pentas dalam rangka Pembukaan Bulan Bahasa dan Seni Unnes 2013, Pentas Unnes Fair, Pentas Opening Unnes Inagurasi, Pentas Pembukaan Silaturahmi dan Musyawarah Terbuka GAMA SATRIA Banyumas di B6 FBS Unnes.

Kesimpulan
Rias dan busana merupakan unsur penting yang mendukung dalam sebuah pementasan sebuah tarian. Melalui kegiatan pelatihan rias dan busana tari yang telah dilakukan, peserta kegiatan yang notabennya adalah  anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Tari Kreasi Universitas Negeri Semarang telah dapat memahami akan pentingnya rias dan busana dalam mementaskan tarian yang akan dimainkan. Dengan demikian, meningkatnya pemahaman dan keterampilan dalam rias busana yang dimiliki anggota UKM Tari Kreasi Unnes telah dimanfaatkan dalam pentas- pentas yang dilaksanakan setelah kegiatan pelatihan tersebut.

Saran
Sebagai manusia sosial yang berbudaya, pelestarian budaya memang harus terus ditingkatkan. Hendaknya lebih diintensifkan pada pengembangan model- model rias dan busana yang terbaru, sebagai pembaharuan dan modifikasi tata rias dan busana tari tradisi tanpa melakukan perubahan total akan ciri khas dan identitas tarian tradisi tersebut.

Daftar Pustaka
Alwi, dkk. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah, Bahri, dkk. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Dwidjowinoto, Wahyudhi. 2005. Wayang Orang. Surabaya: Padepokan. Dwidjo

Jazuli. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Semarang: Unnes Press.

------- 2002. Metode dan Teknik Pengajaran Tari. Harmonia Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni, Vol. 3 No. 2 Mei-Agustus 2002. Jurusan Sendratasik, FBS, UNNES.

------- 2008. Paradigma Kontekstual Pendidikan Seni. Surabaya: Unesa           University Press.

Kusumastuti, Eny. 2009. Seni Pertunjukan Wisata sebagai Industri Ekonomi Kreatif dalam Kumpulan Makalah Seminar Internasional 2009 Seni Untuk Industri. Semarang: Cipta Prima Nusantara.

Latif, Abdul. 2009. Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan. Bandung: PT Rafika Aditama

Lestari, Wahyu. 1994. Teknologi Rias Panggung. FPBS IKIP Semarang: Unnes Press

Maran, Raga Rafael. 2007. Manusia dan Kebudayaan dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Rineka Cipta

Sardiman. 2006. Inovasi dan Interaksi Belajar Mengajar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Sedyawati, Edi. 2006. Budaya Indonesia Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada

Soedibyo, Mooryati. 2003. Busana Keraton Surakarta Hadiningrat. Surakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia

Monday, 2 November 2015

Kajian Koreografi Tari Blakasuta



TARI BLAKASUTA
(Kajian Koreografi)


Ardiansah
Jurusan Seni Drama Tari dan Musik, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang, Kampus Sekaran Gunungpati Semarang
Dosen Pembimbing: Widodo, S. Sn.,M. Sn.
E-mail: Widodo_bsejati@yahoo.com
 


Abstrak


Tari Blakasuta merupakan karya tari baru yang digarap oleh mahasiswa jurusan Pendidikan Sendratsik melalui mata kuliah koreografi. Ide awal dari tari Blakasuta terinspirasi dari salah satu ungkapan masyarakat di kabupaten Banyumas yang menggambarkan sikap keterusterangan/apa adanya, yang dinamakan blakasuta. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tahapan dalam proses koreografi tari Blakasuta dan faktor pendorong dan faktor penghambat proses koreografi tari Blakasuta. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah; 1) Ingin mengetahui proses komposisi, koreografi, iringan, tata rias dan busana Tari  Blakasuta; 2) Ingin mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam proses koreografi tari Blakasuta.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses koreografi tari Blakasuta terdiri dari dua aspek penting dalam koreografi, yaitu aspek pokok koreografi dan aspek pendukung koreografi. Aspek pokok koreografi terdiri dari; 1) Proses penemuan ide yang peneliti angkat dari salah satu ungkapan masyarakat di kabupaten Banyumas yang menggambarkan keterusterangan/ apa adanya, yang dinamakan blakasuta; 2) Proses pembuatan konsep; 3) Proses Eksplorasi; 4) Proses Komposisi; 5) Proses Improvisasi. Sedangkan aspek pendukung koreografi antara lain gerak, tenaga ,ruang, dan waktu, tata rias dan busana. Semua proses itu digunakan hingga menghasilkan karya tari yang berjudul tari Blakasuta.
Kata kunci : Koreografi dan Tari Blakasuta.


Abstract

Blakasuta dance is a new creation dance created by collegian of Sendratsik Education Department of Choreography course.  This dance inspired from the utterance of  Banyumas society  that describing directness and named Blakasuta. The problem of this  research was the process of choreography Blakasuta dance and supporting factors also retarded factors of this choreography dance process.  The aim of this research was 1) to know process composition, choreography, music, make up and the clothes of Blakasuta dance; 2) to know the supporting and retarded factors in the choreography process of Blakasuta .
The result of this research showed that choreography process of Blakasuta dance consist of two important aspects in choreography, they were the main aspect and supporting aspect of choreography.  The main aspect of choreography consists of 1) the process of idea discovery that researchers adopted from utterance Banyumas society   that describes the directness which is called blakasuta; 2) draffing process;  3) Exploration process; 4) composition process ; 5) Improvisation process.   While supporting aspects of choreography include motion, energy, space, and time, makeup and clothes.   All processes were used to produce  a dance piece called   m'Blakasuta dance. The supporting aspects consists of knowledge of the theory of choreography which is owned by the choreographer, the persistence of choreographer,   the loyalty and spirit of the dancer, the space choreography for practice, makeup equipments  and clothing that used in the choreography process.

Keynote: Choreography, Blakasuta Dance




1.                  PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
Mata kuliah koreografi pada pendidikan seni tari Universitas Negeri Semarang mendeskripsikan bahwa mata kuliah koreografi merupakan mata kuliah bertingkat, diawali dari mata kuliah kreativitas tari, komposisi tari kemudian koreografi tari Made (2008: 4). Mata kuliah koreografi selanjutnya akan menjadi syarat mahasiswa untuk mengambil kata kuliah pergelaran tari pada semester berikutnya. Sesuai dengan Satuan Acara Perkuliahan (SAP) dan silabus mata kuliah koreografi tahun  ajaran 2011/2012, mata kuliah koreografi diambil oleh mahasiswa seni tari semester 5 (lima) ditempuh dengan beban mata  kuliah 3 (tiga) SKS. Mata kuliah koreografi memiliki deskripsi mata kuliah bahwa mata kuliah koreografi merupakan mata kuliah penciptaan sebuah karya tari yang didasarkan pada mata kuliah kreativitas dan komposisi tari, dengan produk akhir setiap mahasiswa membuat satu karya tari baru baik kelompok maupun individu. Menurut Veronica Eny Iryanti (wawancara tanggal 24 Oktober 2013), mata kuliah koreografi mewajibkan mahasiswanya menciptakan sebuah karya tari baru sesuai dengan tema dan pola garap tari yang telah ditentukan oleh mahasiswa itu sendiri baik individu maupun kelompok yang kemudian dikonsultasikan dengan dosen pengampu mata kuliah koreografi.
Berdasarkan agenda perkuliahan mata kuliah koreografi yang telah dipaparkan dan kenyataan yang terjadi di lapangan, peneliti berasumsi tentang adanya kesenjangan antara mata kuliah koreografi berlangsung selama satu semester dengan kemampuan mahasiswa yang mengikuti perkuliahan koreografi rombel 2. Kesenjangan tersebut diantaranya: (1) Mahasiswa kurang bisa memahami bagaimana teknik penerapan dan menuangkan ide menjadi sebuah gerak yang telah di distorsi dari gerak maknawi, (2) Mahasiswa kurang maksimal untuk melakukan bimbingan kepada dosen pengampu tentang proses penciptaan karya tarinya, dikarenakan ada beberapa pertemuan yang tidak dihadiri oleh dosen pengampu sehingga karya tari yang dihasilkan kurang maksimal.
Tari Blakasuta merupakan tarian baru yang diciptakan oleh seorang mahasiswa jurusan pendidikan Sendratasik Universitas Negeri Semarang. Tari Blakasuta merupakan salah satu hasil akhir dari mata kuliah koreografi. Tari Blakasuta merupakan tarian yang terinspirasi dari sebuah ungkapan yang berkembang pada masyarakat di kabupaten Banyumas, yakni Blakasuta. Kamus Lengkap Bahasa Jawa (2008: 33-34) menjelaskan bahwa blakasuta adalah berterus terang; apa adanya; tanpa tedheng aling-aling.
Sikap blakasuta inilah yang menjadikan ciri khas karakter masyarakat Banyumas hingga saat ini. Berdasarkan  keadaan di lapangan inilah, muncul suatu ide untuk membuat suatu tari yang menceritakan tentang sisi lain sikap blaksuta, melalui wadah mata kuliah koreografi. Tari Blakasuta merupakan tari garapan yang perpijak pada gerak tari kontemporer. Tari kontemporer memiliki ciri-ciri yang bersifat kekinian dan sering juga berupa tematik yang terlihat beda dari tari-tari lainya. Tari kontemporer lebih bersifat eksperimen sehingga bentuk dan materi gerak lebih bebas (Rachmi, 2008:621).
Peneliti mengambil tari Blakasuta sebagai objek penelitian dikarenakan: (1) Tarian Blakasuta merupakan tarian yang diciptakan oleh mahasiswa sehingga demi menyempurnakan karya maka peneliti berkeinginan untuk mendokumentasikan secara tertulis proses koreografi tari Blakasuta; (2) Tari Blakasuta termasuk dalam tarian baru yang mengambil ide cerita dari kebiasaan masyarakat; dan (3) Tari Blakasuta mempunyai pesan yang mendalam akan adat dan budaya yang dikemas dalam sebuah rangkaian gerak, diharapkan melalui gerak ini penonton dapat memahami pesan dari tari Blakasuta. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti bertujuan untuk mendeskripsikan proses koreografi tari Blakasuta sebagai karya tulis ilmiah.
1.2              Landasan Teori

Cahyono (2006 : 242) mengungkapkan tari adalah paduan gerak-gerak ritmis dan indah dari seluruh atau sebagian badan baik spontan maupun gerakan terlatih yang telah disusun dengan seksama disertai ekspresi atau ide tertentu yang selaras dengan musik, sehingga memberi kesenangan kepada pelaku atau penghayatan. Tari adalah sebagai sebuah seni komunikatif menggunakan gerak sebagai materinya dan gerak-gerak tari merupakan gerak maknawi sehari-hari yang telah melalui proses perombakan atau dipindahkan dari yang wantah diperindah atau dipindah bentuknya menjadi seni dan melalui gerak ritmis seseorang dapat berhubungan dengan orang lain dalam masyarakat dengan cara yang menyenangkan (Hadi, 2006: 228).
Indriyanto (2000:11) menjelaskan bahwa seni tari sangat berkaitan dengan gerak, gerak merupakan aspek pokok dalam sebuah tari. Tari, gerak dan tubuh merupakan tiga komponen yang sangat penting dan saling berhubungan dalam suatu tarian. Gerak merupakan unsur penunjang yang paling besar peranannya dalam tari (Djelantik, 2001: 23).
Dalam Kamus Lengkap Bahasa Jawa (2008: 33-34) menjelaskan bahwa blakasuta adalah berterus terang; apa adanya; tanpa tedeng aling-aling. Blakasuta berasal dari kata cablaka yang berarti karakter yang dilakuakan secara spontan oleh masyarakat Banyumas terhadap fenomena yang dilihat didepan mata secara langsung tanpa ditutup-tutupi. Menurut Atmono (2008: 24) Blakasuta sering diartikan sebagai karakter yang mengedepankan keterusterangan masyarakat Banyumas, artinya masyarakat Banyumas lebih senang berbicara secara terus terang dan apa adanya serta tidak menyembunyikan sesuatu. Akibat dari blakasuta tersebut, terkadang masyarakat Banyumas dianggap tidak memiliki unggah-ungguh, tidak sopan dan  lugas. Anggapan ini wajar karena terkadang orang lain yang tidak saling memahami akan merasakan “nylekit” (tidak enak hati) dengan perkataan yang blakasuta. Fathur Rokhman dalam sambutannya pada acara buka bersama Gabungan Mahasiswa Banyumas Satria (Gama Satria) hari rabu, 10 Juli 2013 di gedung B6 Fakultas Bahasa dan Seni, mengatakan bahwa blakasuta merupakan sifat ksatria Banyumas yang bermakna terus terang dan apa adanya. Blakasuta memuat unsur kata blaka yang artinya berterus terang (Atmono, 2008: 36).
Koreografi adalah proses penyeleksian dan pembentukan gerak kedalam sebuah tarian serta perencanaan gerak untuk memenuhi tujuan khusus. Pengalaman-pengalaman dalam gerak dan elemen-elemen waktu, ruang dan tenaga untuk tujuan pengembangan kepekaan, kesadaran, dan eksplorasi sebagai macam materi tari. Pengalaman-pengalaman tersebut dapat dikatakan sebagai pendekatan-pendekatan koreografi (Jazuli, 2008:59). Proses terbentuknya ide melalui tahap intuisi, imajinasi dan karya kreasi, sedangkan proses garap melalui tahap eksplorasi, improvisasi, dan komposisi.
1.         Eksplorasi
Murgiyanto (dalam Indriyanto, 2008: 48), eksplorasi yakni pencarian secara sadar kemungkinan-kemungkinan gerak baru dengan mengembangkan dan mengolah ketiga elemen dasar: waktu, ruang, dan tenaga. Pengolahan ketiga elemen dasar tersebut dapat dilaksanakan melalui berbagai aspek dengan tujuan mencari gerak-gerak yang baru.
2.                    Improvisasi
            Murgiyanto (dalam Indriyanto, 2008: 48), improvisasi tari adalah suatu proses yang kompleks tentang tanggapan terhadap suatu rangsangan khusus. Improvisasi yang sama tidak mungkin menghasilkan respon-respon yang sama atau mirip pada setiap orang menurut keadaan yang berbeda.
3.                  Komposisi
            Murgiyanto (dalam Indriyanto, 2008: 48),  komposisi atau composition berasal dari kata to compose yang artinya meletakkan, mengatur atau menata bagian-bagian sedemikian rupa sehingga satu sama lain saling berhubungan dan secara bersama membentuk kesatuan yang utuh. Senen (2005:135) menambahkan bahwa proses penciptaan tari dilakukan melalui tahapan-tahapan yang meliputi pengamatan dan penjelajahan terhadap sumber (eksplorasi), pengolahan sumber dengan berbagai teknik (improvisasi), dan penyusunan elemen-elemen (pembentukan), dan penyajian (pertunjukan).

2.         METODE PENELITIAN
Bentuk pendekatan deskripsi kualitatif peneliti berusaha untuk mengetahui, memahami, dan menjelaskan secara deskripsi tentang proses koreografi tari Blakasuta karena dalam proses koreografi tari Blakasuta memiliki tahapan-tahapan yang dilakukan, meliputi tahap penemuan ide, tahap pembentukan konsep, tahap eksplorasi musik, gerak dan tata rias dan busana, tahap improvisasi musik, gerak dan tata busana, dan tahap komposisi gerak, musik, dan tata rias dan busana sehingga terjadi pengalaman subjektif dan memungkinkan untuk terjadinya studi tentang kesadaran dari perspektif peneliti terhadap fenomena tersebut.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Sendratasik Program Studi Pendidikan Seni Tari Jurusan Sendratasik Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang Kampus Sekaran Gunungpati Kota Semarang, sasaran penelitian ini adalah proses koreografi tari Blakasuta yang terdiri dari: (1) Proses perumusan ide; (2) Proses perumusan konsep; (3) Proses eksplorasi musik, gerak, dan tata rias dan busana; (4) Proses improvisasi gerak, musik dan tata rias dan busana; (5) Proses komposisi musik, gerak, dan tata rias dan busana; (6) Faktor pendukung serta penghambat dalam proses koreografi tari Blakasuta; (7) Bentuk pertunjukan tari Blakasuta.
Data penelitian tersebut diperoleh melalui observasi, wawancara dan dokumentasi.
1.             Observasi
Observasi atau yang disebut pula dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Observasi dapat dilakukan dengan dua cara, yang kemudian digunakan untuk menyebut jenis observasi, yaitu: observasi non sistematis dan observasi sistematis.
2.             Wawancara
Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara (interview). Teknik wawancara digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses perumusan ide, proses perumusan konsep, pemilihan judul, faktor pendukung dan penghambat dalam berproses, dan proses komposisi musik tari Blakasuta.
3.             Dokumentasi
Dokumentasi yang diperoleh dari lapangan diolah dan dipilih sesuai dengan materi penelitian. Dalam hal ini penulis memilih objek yang dapat dijadikan dokumentasi sesuai dengan guna dan keterkaitannya dengan tari Blakasuta khususnya koreografi tari Blakasuta  karena tidak semua dapat digunakan sebagai dokumentasi dari tari Blakasuta.

3.                  HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Proses koreografi tari Blakasuta memiliki tahap-tahap yang harus dilalui yaitu proses garap musik, proses garap tari dan proses garap tata rias dan tata busana. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti menemukan klasifikasi dari tahapan-tahapan dalam proses penemuan ide, proses pembentukan konsep, proses eksplorasi, proses komposisi, proses improvisasi, proses garap aspek pendukung koreografi.
1.             Proses Ide Cerita
Tahap awal koreografi tari Blakasuta adalah proses penemuan ide. Koreografer menemukan ide cerita tentang Blakasuta diawali melalui rangsang visual. Rangsang Visual yang dimaksud adalah koreografer mengamati peristiwa tentang perilaku remaja di lingkungan tempat tinggal koreografer di Semarang yang kebanyakan merupakan teman-teman seperjuangan dan berasal dari daerah yang sama, yakni berasal dari kabupaten Banyumas. Koreografer mengamati pola dan tingkah laku remaja Banyumas yang berada di perantauan, baik dari aspek kehidupan agama, cara bersosialisasi dengan masyarakat sekitar, dan kehidupan asmara.  
2.             Proses Perumusan Konsep
Konsep koreografi tari Blakasuta yang telah dirumuskan oleh koreografer dibagi menjadi 4 adegan, yaitu; (1) Adegan Pertemuan, (2) Adegan Kasmaran, (3) Adegan Kasih, dan (4) Adegan Bertengkar.
1.     Adegan pertemuan menggambarkan seorang laki-laki bertemu dengan perempuan dan selanjutnya berkenalan dan menjalin kasih.
2.      Adegan kasmaran menggambarkan sepasang kekasih yang sedang bercumbu kasih.
3.      Adegan kasih menggambarkan puncak dari hubungan asmara sepasang kekasih.
4.   Adegan bertengkar menggambarkan pertengkaran sepasang kekasih yang diwakili dari konflik pada saat adegan kasih.
3.             Proses  Eksplorasi
Eksplorasi koreografi tari Blakasuta terdiri atas eksplorasi musik, eksplorasi gerak dan eksplorasi tata rias dan busana. Koreografer melakukan penjajagan konsep dikarenakan dengan memahami konsep plot adegan per adegan, diharapkan koreografer akan sangat mengerti dengan plot suasana yang tersirat dalam reka adegan. Proses penjajakan dilakukan dengan cara menganalisis ulang adegan dan  memberinya keterangan suasana, kemudian mempertimbangkannya dengan grafik pertunjukan sebuah tari. Berdasarkan hasil penjajakan yang dilakukan oleh koreografer, proses penjajakan menghasilkan 4 plot suasana, yaitu suasana tenang, suasana hangat, suasana tegang dan suasana harmonis, dan suasana senang.
Koreografer telah berkonsultasi dengan dosen pembimbing mata kuliah koreografi dan memutuskan menggunakan jenis musik editing, dikarenakan jumlah waktu yang terbatas sehingga tidak mencukupi untuk membuat iringan secara langsung. Koreografer melakukan eksplorasi musik dengan mencari referensi tentang musik-musik yang mempunyai suasana sesuai dengan konsep suasana pada cerita tari Blakasuta, baik instrumental diatonis maupun instrumental pentatonis.
Proses eksplorasi gerak tari Blakasuta koreografer lakukan di laboratorium Jurusan Sendratasik ruang 204 gedung B2 FBS Unnes. Koreografer melakukan eksplorasi gerak secara individual dan dalam waktu yang tidak bersamaan. Proses eksplorasi gerak yang dilakukan oleh koreografer  terpengaruh oleh rangsang visual, yakni berawal dari penglihatan atas gerak-gerak wantah kemudian dieksplorasikan menjadi gerak tari melalui pola pengembangan gerak, ruang dan waktu. Proses eksplorasi gerak tari Blakasuta menghasilkan 12 gerak yaitu, berfikir, berjalan, berlari, melompat, berjalan merunduk, jalan ditempat, memukul, merangkul, berguling, tidur, mengayun dan menendang.
4.             Proses  Komposisi
Koreografer mengkomposisi musik-musik yang telah didapat dengan cara memilah-milah apa yang ada, mencermati betul setiap suasana yang tergambar dari musik. Suasana yang tergambar di dalam musik kemudian dicocokkan dengan ploting adegan dan seting suasana pada konsep tari Blakasuta yang telah dibuat oleh koreografer. Koreografer menggunakan teknik edit musik, yaitu memotong musik pada bagian yang sesuai dengan konsep, dan kemudian menyambungkannya dengan potongan-potongan musik yang telah disesuikan dengan suasana dalam konsep menjadi satu iringan tari Blakasuta. Koregrafer tidak menggunakan semua musik yang dihasilkan pada tahap eksplorasi, namun hanya sebagian saja.  
Iringan tari Blakasuta yang telah dikomposisikan berdurasi 5 menit 2 detik yang terdiri atas tembang Banyumasan pada adegan pertama, kemudian dilanjutkan dengan musik instrumen bernada pentatonis untuk adegan kedua dan awal degan ketiga. Musik akhir dari tari Blakasuta  merupakan musik instrumental dengan nada diatonis.
Koreografer melakukan proses komposisi pada hasil eksplorasi gerak yang telah dilakukan sebelumnya dengan terlebih dahulu memilih gerak yang dapat dilakukan dan dikembangkan menjadi ragam gerak dalam tari Blakasuta baik melalui pengembangan ruang dan waktu maupun pengembangan gerak itu sendiri. Gerak-gerak hasil eksplorasi yang telah dipilih untuk dikomposisikan oleh koreografer antara lain: gerak berfikir menjadi ragam gerak mikir , berjalan menjadi ragam gerak mlaku nyilang, berlari menjadi ragam gerak mlayu ngeter, melompat menjadi ragam gerak tarung biyung dan mbeyol puser, berjalan merunduk menjadi ragam gerak mlayu ngeter dan mbeyekan , jalan ditempat menjadi ragam gerak awasan, memukul menjadi ragam gerak guyub gebug, merangkul menjadi ragam gerak ngimpleng, mengayunkan tangan menjadi ragam gerak guyub tangan, dan mengintip menjadi ragam gerak ngimpleng. Ragam gerak yang telah didapat dari eksplorasi gerak, telah dikomposisikan oleh koreografer menjadi urutan ragam gerak tari Blakasuta, yaitu: 1) mikir, 2) tarung biyung, 3) ngimpleng. 4) mlaku nyilang, 5) mbeol puser, 6) mlaku ngede, 7) mbeyekan, 8) awasan, 9) klambon, 10) welingan, 11) mlayu ngeter, 12) guyub gebug, 13) guyub tangan, dan 14) mlayu ngeter.
5.             Proses Imprivisasi
Gerak-gerak spontan yang muncul dari suatu kesadaran seorang penari berdasarkan pada sumber garapan koreografer. Gerak improvisasi ini menggunakan gerak-gerak bebas dengan menunjukkan ekspresi wajah sesuai dengan peran yang dibawakan. Gerakan improvisasi digunakan pada ragam gerak mlayu ngeter, klambon dan ngimpleng.
Gerak improvisasi tidak sepenuhnya digerakan pada adegan itu tetapi saat-saat tertentu menggunakan gerakan jadi dari koreografer dilanjutkan gerak improvisasi lagi sesuai dengan konsep koreografer.
5.             KESIMPULAN DAN SARAN
5.1     Simpulan
Tahapan yang harus dilakukan dalam proses koreografi tari m’Blakasuta terdiri dari aspek penting dalam koreografi, yaitu aspek pokok koreografi dan aspek pendukung koreografi. Aspek pokok koreografi terdiri; 1) Proses penemuan ide yang peneliti angkat dari salah satu ungkapan masyarakat di kabupaten Banyumas yang menggambarkan keterusterangan/ apa adanya, yang dinamakan blakasuta. Penemuan ide diawali dengan proses perenungan yang selanjutnya koreografer merumuskan ide hasil perenungan; 2) Proses pembuatan konsep, terdiri dari proses perumusan konsep dan proses analisis konsep; 3) Proses Eksplorasi, terdiri dari proses eksplorasi musik, eksplorasi gerak da eksplorasi tata rias dan busana; 4) Proses Komposisi, merupakan tahap yang terdiri atas proses mengkomposisikan musik, gerak dan tata rias dan busana; dan 5) Proses Improvisasi, yaitu proses pengimprovisasian gerak. Aspek pendukung koreografi antara lain gerak, tenaga ,ruang, dan waktu, tata rias dan busana. Semua proses itu digunakan hingga menghasilkan karya tari yang berjudul tari m’Blakasuta.
Tari m’Blakasuta merupakan tari kontemporer yang berpijak pada gerak tradisi, dikemas dalam tiga adegan, memiliki ragam gerak yang terdiri dari 1) mikir, 2) tarung biyung, 3) ngimpleng. 4) mlaku nyilang, 5) mbeol puser, 6) mlaku ngede, 7) mbeyekan, 8) awasan, 9) klambon, 10) welingan, 11) mlayu ngeter, 12) guyub gebug, 13) guyub tangan, dan 14) mlayu ngeter.
5.2     Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti mengamati bahwa proses koreografi tari m’Blakasuta merupakan tahapan tentang penciptaan sebuah karya tari berjudul tari m’Blakasuta, melalui mata kuliah koreografi tari. Oleh karena itu, peneliti menyarankan agar mahasiswa tetap semangat dan penuh kreativitas dalam berproses di setiap tahap-tahap proses koreografi tari.
Proses koreografi tari m’Blakasuta membutuhkan peran aktif antara koreografer, penari dan dosen pembimbing. Hal inilah yang menjadi kelemahan dalam suatu proses, karena adanya keterbatasan fasilitas, waktu dan kesempatan yang dimiliki koreografer dan penari untuk berlatih sangat sedikit dikarenakan diantara koreografer dan penari sama-sama mempunyai kesibukan dan kewajiban lain. Disamping itu pula kesempatan untuk koordinasi dengan dosen pembimbing yang terbatas dan sering kurang dimanfaatkan oleh mahasiswa. Oleh karena itu, peneliti menyarankan agar mahasiswa khususnya koreografer agar lebih cermat dan teliti dalam membuat jadwal latihan, sehingga jadwal latihan terpampang jelas dan diketahui oleh penari dan koreografer. Selain hal tersebut, setiap ada perkembangan dalam proses koreografi hendaknya disampaikan kepada dosen pembimbing agar dosen pembimbing lebih memahami karya yang dibuat oleh koreografer.
6.         DAFTAR PUSTAKA
Amirul, Hadi dan Haryono. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka  Cipta.

Atmono. 2007. Babad Banyumas. Purwokerto: Udi Sejahtera.

Bramasta. 2009. Mahir Bermain Bola Basket. Purwokerto: Udi Sejahtera

Cahyono, Agus. 2006. Koreografi Tari. Semarang: Unnes Press.

Evita, Anggraeni Dani. 2008. Pembelajaran Seni Tari di Sanggar Tari Srimpi Desa Ujung Gede Kecamatan Ampelgading Kabupaten Pemalang. Skripsi JurusanSendratasik. Semarang: FBS Unnes.

Hadi, Y, Sumandiyo. 1999. Pendekatan Terhadap Koreografi non Liberal (Terjemahan Murgery Turner). Yogyakarta: Manthili

Hidayat, 2005. Wawasan Seni Tari Pengetahuan Praktis bagi Guru Seni Tari. Malang: Jurusan Seni dan Desain Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.

Indriyanto. 2002. Paparan Mata Kuliah Musik Tari 2. Diktat Jurusan Sendratasik Universitas Negeri Semarang. Tidak diterbitkan

            . . 2008. Paparan Mata Kuliah Analisis Tari. Diktat Mata Jurusan Sendratsik Universitas Negeri Semarang. Tidak diterbitkan 

Jazuli. 2008. Paradigma Kontekstual Pendidikan Seni. Semarang: UNNES PRESS.

              . 2008. Pendidikan Seni Budaya Suplemen Pembelajaran Seni Tari. Semarang: UNNES PRESS.

Kusudiardja, Bagong. 2000. Dari Klasik Hingga Kontemporer. Yogyakarta: Padepokan Pangya.

Lanjari, Restu. 2011. Tata Rias dan Busana Tari 2. Diktat Jurusan Sendratasik Universitas Negeri Semarang. Tidak diterbitkan.

Lestari, Tri. 2007. Blakasuta dan Tradisi Masyarakat Banyumas. Skripsi Pendidikan Seni Tari. Universitas Negeri Yogyakarta.

Made, Siluh dan Utina, Usrek Tani. 2007. Tari Pendet Sebagai Tari Balih-Balihan (Kajian Koreografi). Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni Vol. VII No. 2/ Mei-Agustus 2007. Semarang: Sendratasik FBS UNNES

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

   . 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Murgiyanto, Sal. 1983. Koreografi. Jakarta: Proyek Pengadaan Buku Pendidikan Menengah Kejuruan.

Senen, I Wayan. 2005. Perempuan Dalam Seni Pertunjukan di Bali. Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta.

Setyawati, Atik Wahyu. 2008. Eksistensi Sanggar Tari Panunggul Sari Kabupaten Jepara. Skripsi Jurusan Sendratasik. Semarang: FBS Unnes.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Supriyanto, Mathias. 2001. Inkulturasi Tari Jawa di Yogyakarta dan Surakarta. Surakarta: Cetra Etnika Surakarta.

Wojowasito, 1982. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka